Langsung ke konten utama

Aturan Mengenai Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR)


              Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) menjadi salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan pekerja dan keluarganya dalam merayakan Hari Raya Keagamaan dimana pemerintah mewajibkan pengusaha untuk memberikan THR kepada pekerjanya. Ketentuan mengenai THR juga diatur dalam peraturan pemerintah. Bagaimana aturan pemberian THR dan berapa besaran THR yang dapat diterima oleh pekerja? 

APA YANG DIMAKSUD DENGAN THR?

Tunjangan   Hari Raya Keagamaan atau biasa disebut THR adalah hak pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja menjelang Hari Raya Keagamaan yang berupa uang.

Hari Raya Keagamaan disini adalah Hari Raya Idul Fitri bagi pekerja yang beragama Islam, Hari Raya Natal bagi pekerja yang beragama Kristen Katolik dan Protestan, Hari Raya Nyepi bagi pekerja bergama Hindu, Hari Raya Waisak bagi pekerja yang beragama Budha, dan Hari Raya Tahun Baru Imlek bagi pekerja yang beragama Konghucu.

ADAKAH UNDANG-UNDANG ATAU PERATURAN YANG MENGATUR MENGENAI THR?

Ada, yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Buruh/Pekerja di Perusahaan (Permenaker 6/2016) dimana peraturan ini menggantikan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.04/MEN/1994. Berlaku pula aturan baru Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan (PP 36/2021) dan SE Menaker Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan

SIAPA YANG WAJIB MEMBAYAR THR?

Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Permenaker 6/2016 dan pasal 9 ayat (1) PP 36/2021, membayar THR adalah kewajiban setiap orang yang mempekerjakan orang lain dengan imbalan upah, baik itu berbentuk perusahaan, perorangan, yayasan, atau perkumpulan. 

APAKAH SEMUA PEKERJA BERHAK MENDAPAT THR?

Pasal 2 Permenaker 6/2016 menegaskan THR Keagamaan wajib diberikan kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus. Peraturan ini tidak membedakan status hubungan kerja pekerja

BERAPA BESAR THR YANG HARUS DIBERIKAN KEPADA PEKERJA?

Besarnya THR sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Buruh/Pekerja di Perusahaan (Permenaker 6/2016) ditetapkan  sebagai berikut:

  1. Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah, dan
  2. Pekerja yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan: masa kerja/12 x 1 (satu) bulan upah.

Namun demikian pasal 4 Permenaker 6/2016 menegaskan pula apabila perusahaan memiliki perjanjian kerja, peraturan perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB), atau kebiasaan yang memuat ketentuan jumlah THR lebih besar dari ketentuan 1 (satu) bulan upah, maka yang berlaku adalah THR yang jumlahnya lebih besar tersebut.

 

APA YANG DIMAKSUD DENGAN UPAH DALAM PENGHITUNGAN THR? APAKAH HANYA GAJI POKOK ATAU TAKE HOME PAY?

Yang dimaksud upah disini adalah upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih atau upah pokok ditambah tunjangan-tunjangan tetap (pasal 3 ayat 2 Permenaker 6/2016).

 

BAGAIMANA CARA MENGHITUNG UPAH 1 (SATU) BULAN BAGI PEKERJA YANG MENERIMA UPAH HARIAN?

Bagi Pekerja yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian atau menerima upah harian, upah 1 (satu) bulan dihitung sebagai berikut: 

  1. Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan atau lebih, upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 (dua belas) bulan terakhir sebelum Hari Raya Keagamaan, dan
  2. Pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 (dua belas) bulan, upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja (pasal 3 ayat (3) Permenaker 6/2016).

APAKAH PERUSAHAAN BOLEH MEMBAYAR THR LEBIH TINGGI DARI YANG DITETAPKAN OLEH PERATURAN MENTERI YANG BERLAKU?

Boleh. Pasal 4 Permenaker 6/2016 menegaskan apabila perusahaan memiliki perjanjian kerja, peraturan perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB), atau kebiasaan yang memuat ketentuan jumlah THR lebih besar dari ketentuan 1 (satu) bulan upah, maka yang berlaku adalah THR yang jumlahnya lebih besar tersebut. Jadi, terkadang ada perusahaan yang memberikan THR sebesar 2 (dua) atau 3 (tiga) bulan gaji dilihat dari masa kerja pekerja yang bersangkutan. 

Sebaliknya, apabila ada ketentuan yang mengatur jumlah THR lebih kecil dari ketentuan yang diatur dalam Permenaker 6/2016 , maka yang berlaku adalah ketentuan Permenaker 6/2016 tersebut.

 

APAKAH PEKERJA NON-MUSLIM JUGA BERHAK ATAS THR LEBARAN?

THR merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh pengusaha kepada pekerja menjelang Hari Raya Keagamaan. Yang dimaksud dengan Hari Raya Keagamaan berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Permenaker  6/2016 adalah adalah Hari Raya Idul Fitri bagi pekerja yang beragama Islam, Hari Raya Natal bagi pekerja yang beragama Kristen Katolik dan Protestan, Hari Raya Nyepi bagi pekerja yang beragama Hindu, Hari Raya Waisak bagi pekerja yang beragama Budha, dan Hari Raya Tahun Baru Imlek bagi pekerja yang beragama Konghucu. Jadi, THR tidak hanya diberikan kepada pekerja yang beragama Islam saja, melainkan diberikan kepada semua pekerja.

Berdasarkan pasal 5 ayat (1) Permenaker 6/2016, pembayaran THR itu diberikan satu kali dalam setahun dan disesuaikan dengan Hari Raya Keagamaan masing-masing pekerja. Akan tetapi, ada kalanya seorang pekerja mendapatkan THR tidak di hari raya keagamaan yang dirayakan agamanya, melainkan di hari raya keagamaan agama lain. Seperti yang disebutkan dalam pasal 5 ayat (3) Permenaker 6/2016, pemberian THR disesuaikan dengan Hari Raya Keagamaan masing-masing pekerja kecuali kesepakatan pengusaha dan pekerja menentukan lain. Kesepakatan ini harus dituangkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Jadi, jika ada kesepakatan Anda dan pengusaha bahwa THR Anda dibayarkan bersamaan dengan hari raya keagamaan lain, maka Anda mendapat THR di hari raya keagamaan yang disepakati itu.

 

APAKAH PERUSAHAAN DAPAT MEMOTONG THR KARENA PEKERJA MEMILIKI UTANG PADA PERUSAHAAN?

Berdasarkan Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah (PP 8/1981), THR sebagai pendapatan pekerja bisa saja dipotong oleh pengusaha karena pekerja memiliki utang di perusahaan. Dengan catatan, pemotongannya itu tidak boleh melebihi 50% dari setiap pembayaran upah yang seharusnya diterima. Pemotongan THR tidak boleh lebih dari 50% bertujuan agar pekerja yang bersangkutan tetap dapat merayakan hari raya keagamaannya.

Dan perlu ditekankan bahwa cicilan utang pekerja ke perusahaan tersebut harus ada bukti tertulisnya.

 

PERUSAHAAN SAYA MEMBAYAR THR BERUPA BARANG, APAKAH ITU DIBOLEHKAN?

Tidak. Menurut pasal 6 Permenaker 6/2016 THR diberikan dalam bentuk uang dengan ketentuan menggunakan mata uang rupiah Negara Republik Indonesia. 

 

KAPAN PERUSAHAAN WAJIB MEMBAYAR THR?

Menurut pasal 5 ayat (4) Permenaker 6/2016, THR harus diberikan paling lambat tujuh hari sebelum  atau H-7 hari keagamaan pekerja agar memberi keleluasaan bagi pekerja menikmatinya bersama keluarga. Ketentuan ini ditegaskan pula dalam pasal 9 ayat (2) PP Nomor 36 Tahun 2021 dan SE Menaker No. M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

 

APAKAH PEMBAYARAN THR DAPAT DIBAYARKAN SECARA DICICIL?

Tidak. Pembayaran THR tidak dapat dicicil. Penyimpangan pembayaran THR dengan cara mencicil baru dikenal di masa pandemi Covid-19 di saat banyak dunia usaha yang mengalami kerugian. Terkait pertanyaan seputar THR saat Pandemi Covid-19, dapat dibaca lebih lanjut di artikel THR saat Pandemi 

 

BAGAIMANA APABILA ANDA DIPECAT (PHK) SEBELUM HARI RAYA? APAKAH TETAP BISA MENDAPAT THR?

Meski hak atas THR tidak membedakan status pekerja baik pekerja tetap , kontrak, parah waktu amun dalam hal terjadinya PHK sebelum hari raya, berlaku ketentuan pasal 7 Permenaker 6/2016 yang menyebut hak atas THR hanya dimiliki oleh pekerja dengan status tetap (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu/PKWTT) yang mengalami PHK terhitung sejak 30 (tiga puluh) hari sebelum hari raya keagamaan. 

 

BAGAIMANA KETENTUAN PEMBAGIAN THR BAGI PEKERJA YANG MENGUNDURKAN DIRI/RESIGN SEBELUM PEMBAGIAN THR?

THR bagi pekerja yang mengundurkan diri/resign berlaku pula ketentuan pasal 7 Permenaker 6/2016 yang menyebut hak atas THR hanya dimiliki oleh pekerja dengan status tetap (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu/PKWTT) yang mengundurkan diri/resign terhitung sejak 30 (tiga puluh) hari sebelum hari raya keagamaan.

 

APAKAH PENGUSAHA MENDAPATKAN DENDA ATAU SANKSI APABILA TERLAMBAT MEMBAYAR THR?

Ya. Menurut pasal 10 Permenaker 6/2016 dan pasal 62 PP 36/2021, pengusaha yang terlambat membayar THR kepada pekerja/buruh akan dikenai denda sebesar 5% (lima persen) dari total THR yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban Pengusaha untuk membayar. Pengenaan denda ini bukan berarti menghilangkan kewajiban Pengusaha untuk tetap membayar THR kepada pekerja/buruh.

 

BAGAIMANA JIKA PENGUSAHA TIDAK MAU MEMBAYAR THR?

Pengusaha yang melanggar ketentuan pembayaran THR dikenai denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha untuk membayar. Pengenaan denda tersebut tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar THR keagamaan kepada pekerja/buruh. 

Pengusaha yang tidak membayar THR keagamaan kepada pekerja dalam waktu yang ditentukan, juga dapat dikenakan sanksi administratif berupa, teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi dan pembekuan kegiatan usaha. Pengenaan sanksi administratif ini juga tidak menghilangkan kewajiban pengusaha atas denda keterlambatan membayar THR (pasal 79 PP 36/2021).

  

Sumber:

  • Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah
  • Indonesia. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan
  • Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan
  • SE Menaker No. M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FORMULIR BPJS KETENAGA KERJAAN

  Formulir Jaminan Form Perubahan Beasiswa BPJS Ketenagakerjaan Digunakan untuk pengajuan perubahan penerima beasiswa Download Formulir 3 KK 1 Digunakan Untuk Pelaporan Dugaan Kecelakaan Kerja Tahap I Download Formulir 3 PAK 1 Digunakan Untuk Pelaporan Dugaan Penyakit Akibat Kerja Kerja Tahap I Download Formulir 3a KK 2 Digunakan untuk Pengajuan Santunan/Manfaat setelah Dipastikan Laporan Kecelakaan pada Tahap I merupakan Kecelakaan Kerja (merupakan Laporan Kecelakaan Kerja Tahap II) Download Formulir 3a PAK 2 Digunakan untuk Pengajuan Santunan/Manfaat setelah Dipastikan Pelaporan Penyakit merupakan Penyakit Akibat Kerja (merupakan Laporan Penyakit Akibat Kerja Tahap II) Download Formulir 3b KK 3 Digunakan oleh Dokter yang Merawat/Dokter Penasehat dalam memberikan catatan medis terkait Kecelak...

Assistant Vice President dalam Perusahaan

   D alam setiap perusahaan, terdapat berbagai tingkatan manajerial yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan strategis dan pengelolaan operasional perusahaan. Dan salah satu posisi yang memiliki peran penting dalam hierarki manajemen adalah Assistant Vice President (AVP).  Mungkin belum banyak yang tahu apa itu arti dari AVP. Maka dalam artikel ini, akan dijelaskan arti dan tanggung jawab Assistant Vice President, kualifikasi yang diperlukan dalam mengemban tugas menjadi seorang AVP. Apa itu Assistant Vice President? AVP adalah Assistant Vice President yang merupakan posisi jabatan tingkat eksekutif atau senior dalam sebuah perusahaan dan biasanya melapor untuk mendukung pekerjaan    Vice president.   AVP sendiri merupakan gelar jabatan ( corporate title ) yang umumnya sering digunakan di perusahaan BUMN atau industri jasa keuangan seperti perbankan atau sekuritas.   Biasanya jabatan AVP memiliki otoritas dan tanggung jawab y...

Sanksi Perusahaan yang Menahan Ijazah Karyawan

      Penahanan ijazah merupakan praktik yang kerap dilakukan perusahaan sebagai syarat mempekerjakan karyawan   kontrak berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Alasannya, perusahaan ingin karyawan tersebut menyelesaikan kontrak kerja sesuai jangka waktu yang telah disepakati dan tidak berhenti di tengah jalan. Hal ini bisa jadi merugikan perusahaan. Dengan menahan ijazah, karyawan tidak akan meninggalkan pekerjaan sebelum membayar ganti rugi ke perusahaan. Atau, setidaknya cara ini akan membuat karyawan berpikir dua kali sebelum memutus perjanjian secara sepihak. Bolehkah praktik semacam ini? Jika termasuk pelanggaran hukum, apa  sanksi perusahaan yang menahan ijazah  karyawan? Secara hukum, tidak ada dasar dan ketentuan yang mengatur hal ini di dalam UU Naker No 13 Tahun 2003 , bahkan di pasal-pasal PKWT. Pun, tidak ditemukan aturannya dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaks...

Jenis Tunjangan yang Didapat Pekerja

Tunjangan keluarga, tunjangan jabatan, tunjangan keahlian, tunjangan kinerja, tunjangan perumahan, tunjangan makan, dan tunjangan transportasi Aturan ketenagakerjaan mengharuskan perusahaan untuk memberikan tunjangan kerja bagi pekerjanya, namun setiap perusahaan mempunyai kebijakan masing-masing. Apa saja jenis tunjangan ataupun kompensasi yang diatur oleh UU ataupun yang umumnya diberikan oleh perusahaan?   APA YANG DIMAKSUD DENGAN TUNJANGAN? Tunjangan adalah tambahan pendapatan di luar gaji bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan oleh pekerja/buruh. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE-07/MEN/1990 Tentang Pengelompokan Upah (SE-07/MEN/1990) menyebut tunjangan dimaksudkan untuk perangsang, mendorong pekerja lebih berdisiplin, rajin, dan produktif. APA SAJA BENTUK TUNJANGAN YANG DAPAT DITERIMA OLEH PEKERJA? Tunjangan yang dapat diterima oleh pekerja dibedakan menjadi dua jenis, yaitu tunjangan tetap dan tunjangan t...

Perhitungan Tunjangan Hari Raya (THR)

              Tunjangan Hari Raya (THR) diberikan kepada pekerja yang telah bekerja selama minimal satu bulan, baik dengan status tetap ataupun kontrak. Bagaimana perhitungan THR? Setiap satu tahun sekali Tunjangan Hari Raya (THR) diberikan kepada pekerja yang telah bekerja selama minimal satu bulan, baik dengan status tetap ataupun kontrak. Lalu, bagaimana cara perhitungan THR?  BERAPA BESAR THR YANG HARUS DIBERIKAN KEPADA PEKERJA? Besarnya THR sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat 1 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Buruh/Pekerja di Perusahaan (Permenaker 6/2016) ditetapkan  sebagai berikut: Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah, dan Pekerja yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, d...

BPJS ketenagakerjaan berdasarkan PP 44, 45 dan 46 Tahun 2015

           Program Jaminan Hari Tua (JHT) Kepesertaan bersifat wajib sesuai penahapan kepesertaan Kepesertaan : Penerima upah selain penyelenggara negara: Semua pekerja baik yang bekerja pada perusahaan dan perseorangan Orang asing yang bekerja di Indonesia lebih dari 6 bulan Bukan penerima upah Pemberi kerja Pekerja di luar hubungan kerja/mandiri Pekerja bukan penerima upah selain pekerja di luar hubungan kerja/mandiri Jika pengusaha mempunyai lebih dari satu perusahaan, masing-masing wajib terdaftar. Jika peserta bekerja di lebih dari satu perusahaan, masing-masing wajib didaftarkan sesuai penahapan kepesertaan. Pendaftaran Keterangan Penerima Upah Bukan Penerima Upah Cara Pendaftaran Didaftarkan melalui perusahaan Jika perusahaan lalai, pekerja dapat mendaftarkan dirinya sendiri dengan...

Ketentuan Jam Kerja di Indonesia

  Ketentuan Jam Kerja di Indonesia berdasarkan undang-undang Sungguh melelahkan bukan, bila kita diharuskan bekerja berjam-jam di dalam dan di luar kantor sehari-hari, bahkan ada yang sampai kerja lembur. Dalam upaya melindungi para pekerja, sebenarnya pemerintah telah menetapkan beberapa peraturan mengenai jam kerja. Bagaimana UU mengatur mengenai jam kerja? Mari kita tela’ah bersama APA KATA UNDANG-UNDANG MENGENAI JAM KERJA?  Jam Kerja adalah waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan siang hari dan/atau malam hari. Jam Kerja bagi para pekerja di sektor swasta diatur dalam pasal 77 sampai dengan pasal 85 Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. Undang-Undang Cipta Kerja No.11 Tahun 2020. Serta pasal 21 sampai dengan 25 Peraturan Pemerintah No. 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja. Peraturan Pemerintah ini muncul untuk melengkapi perubahan atura...

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

  Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah hal yang paling ditakuti oleh pekerja akan tetapi sangat lazim dan sering ditemui di Indonesia. Apa pun penyebab berakhirnya hubungan kerja antara perusahaan dan pekerjanya disebut dengan PHK. Dalam dunia kerja, kita lazim mendengar istilah Pemutusan Hubungan Kerja atau yang sering disingkat dengan kata PHK. PHK sering kali menimbulkan keresahan khususnya bagi para pekerja. Bagaimana tidak? Keputusan PHK ini akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup dan masa depan para pekerja yang mengalaminya dan keluarganya. Bagaimana aturan Pemutusan Hubungan Kerja menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan? APA YANG DIMAKSUD DENGAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)? Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Artinya harus adanya hal/alasan tertentu yang mendasari pengakhiran hubungan kerja ini.  Dalam aturan perb...

Tiga Bidang Penting dalam Komunikasi Menuruf Aristoteles

                Menurut Aristoteles, ada tiga elemen penting dalam komunikasi yang dia identifikasi dalam karyanya "Ars Rhetorica" (Seni Berpidato). Ketiga elemen ini membentuk dasar pemahaman tentang seni retorika dan komunikasi efektif. Berikut adalah tiga elemen tersebut: Logos: Logos merujuk pada logika atau argumen yang disampaikan oleh pembicara. Ini berkaitan dengan substansi atau isi pesan yang disampaikan. Dalam komunikasi, logos melibatkan penggunaan argumen yang rasional, bukti yang kuat, dan alasan yang terstruktur dengan baik untuk mendukung pesan atau pendapat yang disampaikan. Ethos: Ethos merujuk pada karakter atau kepercayaan pembicara. Ini berhubungan dengan kepercayaan, keandalan, dan otoritas yang dirasakan oleh audiens terhadap pembicara. Aristoteles berpendapat bahwa pembicara harus memiliki integritas dan keandalan yang kuat agar audiens dapat menerima pesan mereka...