Langsung ke konten utama

Pekerja Outsourcing atau Alih Daya

 


Outsourcing atau sering disebut Alih Daya merupakan pengalihan pekerjaan tertentu berdasarkan perjanjian yang disepakati antara perusahaan alih daya dengan perusahaan pemberi pekerjaan.

Pekerja yang dipekerjakan dalam kegiatan alih daya/pekerja outsourcing memiliki karakteristik utama yakni tidak memiliki perjanjian kerja langsung dengan perusahaan tempatnya bekerja. Pekerja terikat perjanjian kerja dengan perusahaan alih daya yang telah memiliki perjanjian pengalihan pekerjaan dengan perusahaan tempatnya bekerja. Perlindungan pekerja, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta bila dikemudian hari terjadi perselisihan yang timbul, menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya. Dengan sistem kerja demikian pekerja rentan mengalami kondisi kerja yang tidak tentu, tidak aman, tidak pasti, dan tanpa perlindungan. Oleh karenanya penting mengetahui batasan, syarat kerja, hak dan kewajiban pekerja, perusahaan alih daya, dan perusahaan pemberi kerja, berikut ini.

 

APA YANG DIMAKSUD DENGAN OUTSOURCING?

Outsourcing berasal dari Kata out dan source Kata out yang berarti “luar” dan kata source yang berarti “sumber“ Jika diartikan secara harfiah outsourcing adalah sumber dari luar. Terjemahan bebas dari outsourcing dapat diartikan sebagai penunjukan pihak dari luar perusahaan untuk melaksanakan pekerjaan atau menyediakan barang bagi kepentingan perusahaan tersebut.

 

Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang untuk pertama kali membuka sistem kerja outsourcing di Indonesia menyebut, Outsourcing atau Alih Daya sebagai kondisi dimana perusahaan menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Aturan ini dicabut oleh UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang  Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP 35/2021) yang menyebut alih daya adalah pengalihan pekerjaan tertentu berdasarkan perjanjian yang disepakati antara perusahaan alih daya dengan Perusahaan pemberi pekerjaan

APAKAH UNDANG-UNDANG MENGATUR MENGENAI PERJANJIAN KERJA ANTARA PEKERJA OUTSOURCING DENGAN PERUSAHAAN OUTSOURCING?

Ya. Mengenai aspek hukum hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan outsourcing, diatur dalam pasal 66 ayat (1) UU 13/2003 jo UU 11/2020 yakni bahwa hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis, baik perjanjian kerja waktu tertentu maupun perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Lebih lanjut pasal 18 dan 19 PP 35/2021 mengatur ketentuan perjanjian kerja antara pekerja dengan perusahaan outsourcing, sebagai berikut:

 

Perlindungan pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul dilaksanakan sekurang-kurangnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dan menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya, diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

Dalam hal perusahaan alih daya mempekerjakan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu, perjanjian kerja tersebut harus mensyaratkan pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya dan sepanjang objek pekerjaannya tetap ada. Persyaratan ini merupakan jaminan atas kelangsungan bekerja bagi Pekerja/Buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan PKWT dalam Perusahaan Alih Daya.

Perusahaan Alih Daya harus berbentuk badan hukum dan wajib memenuhi perizinan berusaha, norma, standar, prosedur, dan kriteria perizinan berusaha yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

 

 

BAGAIMANA SISTEM KERJA OUTSOURCING?

Perusahaan Alih Daya yang merupakan badan usaha berbentuk badan hukum yang memenuhi syarat untuk melaksanakan pekerjaan tertentu membuat perjanjian yang disepakati dengan perusahaan pemberi pekerjaan. Sedangkan pekerja meski sehari-hari bekerja di lokasi kerja perusahaan pemberi kerja namun tidak memiliki perjanjian kerja langsung dengan perusahaan pemberi kerja melainkan dengan perusahaan alih daya. Atau dengan kata lain pekerja menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya.

 

APA SAJA SYARAT PERUSAHAAN OUTSOURCING/ALIH DAYA?

Pasal 20 PP 35/2021 menyebutkan setidaknya ada 2 hal yang menjadi syarat untuk mendirikan perusahaan outsourcing yakni:

Perusahaan Alih Daya harus berbentuk badan hukum, dan

Wajib memenuhi perizinan berusaha, norma, standar, prosedur, dan kriteria perizinan berusaha yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

Lebih lanjut karena belum diatur dalam UU No. 11/2020 jo PP 35/2021, maka masih berlaku ketentuan lama mengenai persyaratan perusahaan outsourcing sebagaimana diatur dalam Permenaker No. 19 Tahun 2012 jo Permenaker No. 11 Tahun 2019 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain, sebagai berikut:

Izin Usaha Perusahaan Jasa Penyediaan Pekerjaan (JPP) berlaku di seluruh Indonesia dan berlaku selama Perusahaan JPP menjalankan usaha.

Pendaftaran Perjanjian Penyediaan Jasa Pekerja antara perusahaan JPP dengan perusahaan pemberi kerja didaftarkan pada Disnaker Kabupaten/Kota tempat pekerjaan dilakukan

Perusahaan JPP wajib membuat Perjanjian Kerja (PKWTT atau PKWT) dengan pekerjanya dan perjanjian kerja tersebut wajib dicatatkan kepada Disnaker Kabupaten/Kota tempat pekerjaan dilaksanakan.

 

APA SAJA JENIS PEKERJAAN YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PEKERJA OUTSOURCING?

Paska Omnibus Law UU No. 11/2020 jo PP 35/2021, alih daya tidak lagi dibedakan antara Pemborongan Pekerjaan (job supply) atau Penyediaan Jasa Pekerja (labour supply).  Alih Daya tidak lagi dibatasi hanya untuk pekerjaan penunjang (non core business) sehingga tidak ada lagi pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan. Jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan tergantung pada kebutuhan sektor.

 

Aturan ini berbeda dengan UU No. 13 Tahun 2003 jo Permenaker No. 19/2012 jo Permenaker No. 11/2019 yang memberi batasan pada perjanjian jasa penyedia pekerjaan, jenis pekerjaan dibatasi hanya untuk pekerjaan penunjang (non core business), yakni terbatas pada: usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja (catering), usaha tenaga pengamanan (security/satuan pengamanan), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja.

Perluasan sistem kerja outsourcing ini mendapatkan banyak penolakan dari serikat buruh, mengingat sebelum omnibus law, sistem kerja ini pada prakteknya diberlakukan bagi berbagai jenis pekerjaan (baik pekerjaan utama maupun penunjang) karena lemahnya pengawasan ketenagakerjaan. Dan saat ini perluasan tersebut dilegalkan dengan omnibus law.

 

BAGAIMANA HUBUNGAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN OUTSOURCING DENGAN PEKERJA OUTSOURCING?

Hubungan kerja antara perusahaan outsourcing dengan pekerja outsourcing dapat didasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Ketentuan ini berbeda dengan UU 13/2003 yang menyebut perjanjian kerja hanya menggunakan PKWT. Meski kemudian mengenai hal ini telah dicabut oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-IX/2011 tanggal 17 Januari 2012 kemudian diterbitkan Permenaker No. 19/2012 jo Permenaker No. 11/2019 yang dimaksudkan untuk merevisi aturan outsourcing sesuai putusan Mahkamah Konstitusi.

BAGAIMANA HUBUNGAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN PEMBERI KERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING?

Meski sehari-hari pekerja outsourcing bekerja di lokasi kerja perusahaan pemberi kerja namun pekerja outsourcing tidak memiliki perjanjian kerja langsung dengan perusahaan pemberi kerja.  Perlindungan pekerja, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta bila dikemudian hari terjadi perselisihan yang timbul, menjadi tanggung jawab perusahaan outsourcing.

APA SAJA ISI DARI PERJANJIAN KERJA ANTARA PEKERJA OUTSOURCING DENGAN PERUSAHAAN OUTSOURCING?

Perjanjian kerja antara pekerja outsourcing dengan perusahaan outsourcing dapat berdasarkan PKWT atau PKWTT. Mengenai isi dari kedua jenis perjanjian ini, dapat merujuk pada isi perjanjian kerja PKWT yang paling sedikit memuat (pasal 13 PP 35/2021): 

 

Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha

Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja

Jabatan atau jenis pekerjaan

Tempat pekerjaan

Besaran dan cara pembayaran upah

Hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan syarat kerja yang diatur dalam peraturan perusahaan atau peraturan kerja bersama

Mulai dan jangka waktu berlakunya PKWT atau mulai berlakunya PKWTT

Tempat dan tanggal PKWT/PKWTT

Tanda tangan para pihak dalam PKWT/PKWTT

Serta penegasan pada pasal 19 PP 35/2021 yang menyebut dalam hal Perusahaan Alih Daya mempekerjakan Pekerja/Buruh berdasarkan PKWT maka Perjanjian Kerja tersebut harus mensyaratkan pengalihan perlindungan hak bagi Pekerja/Buruh apabila terjadi pergantian Perusahaan Alih Daya dan sepanjang obyek pekerjaannya tetap ada. Hal ini dimaksudkan sebagai jaminan atas kelangsungan bekerja bagi Pekerja/Buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan PKWT dalam Perusahaan Alih Daya. Dalam hal Pekerja/Buruh tidak memperoleh jaminan atas kelangsungan bekerja sebagaimana dimaksud, Perusahaan Alih Daya bertanggung jawab atas pemenuhan hak Pekerja/Buruh.

BAGAIMANA PERLINDUNGAN UPAH BAGI PEKERJA OUTSOURCING?

Dalam Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021, Perlindungan terhadap pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul dalam perjanjian kerja antara perusahaan alih daya (outsourcing) dengan pekerjanya dilaksanakan sekurang-kurangnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya.  Sesuai dengan ketentuan yang dimaksud yakni dalam pasal 23 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2021 tentang Pengupahan (PP 36/2021) yang menyebut pengusaha dilarang membayar Upah lebih rendah dari Upah minimum.

APAKAH HAK-HAK PEKERJA OUTSOURCING MENJADI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PEMBERI KERJA ATAU PERUSAHAAN OUTSOURCING?

Perusahaan Alih Daya bertanggung jawab atas pemenuhan hak-hak pekerjanya. Perlindungan Pekerja, Upah, Kesejahteraan, Syarat Kerja, dan perselisihan yang timbul dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi tanggung jawab Perusahaan Alih Daya serta dapat diatur dalam Perjanjian Kerja dan Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama di perusahaan alih daya (pasal 66 UU 13/2003 dan pasal 18 PP 35/2021).

APA YANG HARUS DILAKUKAN OLEH PEKERJA OUTSOURCING APABILA TERJADI PERSELISIHAN?

Apabila terjadi perselisihan antara pekerja outsourcing dengan perusahaan, maka hal ini menjadi tanggung jawab sepenuhnya Perusahaan Alih Daya, hal ini tercantum dalam pasal 18 ayat (3). Lebih lanjut disebutkan bahwa perselisihan yang timbul dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, adapun ketentuan perundang-undangan yang dimaksud adalah mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dalam UU No. 2 tahun 2004.

APAKAH PEKERJA OUTSOURCING MENDAPAT HAK DAN/ATAU FASILITAS YANG SAMA DENGAN PEKERJA DI PERUSAHAAN PEMBERI PEKERJAAN?

Pada pasal 66 ayat (4) UU Ketenagakerjaan 13/2003 sebelumnya dicantumkan bahwa dalam hal perjanjian kerja, perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan. Atau artinya pekerja outsourcing yang tidak dipenuhi haknya oleh perusahaan outsourcing demi hukum harus memperoleh hak dan fasilitas yang sama dengan pekerja di perusahaan pemberi kerja. Akan tetapi, ketentuan tersebut telah dihapus oleh UU Cipta Kerja. Perlindungan pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja pekerja outsourcing sepenuhnya menjadi tanggung jawab perusahaan outsourcing.

Oleh karena pemenuhan dan perlindungan hak-hak pekerja pada perusahaan outsourcing menjadi tanggung jawab perusahaan outsourcing, maka hal-hal seperti bonus, tunjangan, dsb. merupakan tanggung jawab perusahaan outsourcing yang ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja antara pekerja outsourcing dan perusahaan outsourcing. Serta dalam Peraturan Perusahaan dan/atau Perjanjian Kerja Bersama perusahaan outsourcing tersebut.

 

APA YANG DIMAKSUD DENGAN “DALAM HAL PEKERJA OUTSOURCING BERSTATUS PKWT, MAKA PERJANJIAN KERJA HARUS MENSYARATKAN PENGALIHAN PERLINDUNGAN HAK-HAK BAGI PEKERJA OUTSOURCING”?

Pasal 66 ayat (3) UU 13/2003 dan pasal 19 ayat (1) PP 35/2021) mengatur dalam hal pekerja outsourcing berstatus PKWT maka perjanjian kerjanya harus mensyaratkan pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh, apabila terjadi pergantian perusahaan Alih Daya dan sepanjang objek pekerjaannya tetap pada (pekerjaan tersebut masih ada pada perusahaan pemberi pekerjaan yang sama). Pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh ini artinya perusahaan Alih Daya yang baru memberikan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh minimal sama dengan hak-hak yang diberikan oleh perusahaan Alih Daya sebelumnya. Persyaratan pengalihan perlindungan hak ini merupakan jaminan atas kelangsungan bekerja bagi Pekerja/Buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan PKWT dalam Perusahaan Alih Daya.

 

APAKAH PEKERJA OUTSOURCING JUGA BERHAK MENDAPATKAN KOMPENSASI DAN/ATAU PESANGON APABILA HUBUNGAN KERJA BERAKHIR?

Perjanjian kerja antara pekerja outsourcing dengan perusahaan outsourcing dapat berdasarkan PKWT atau PKWTT. Oleh karenanya dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, pekerja outsourcing yang berstatus PKWT yang telah mempunyai masa kerja paling sedikit 1 bulan secara terus-menerus berhak mendapatkan  uang kompensasi (pasal 61 A UU 13/2003 jo. pasal 15 ayat PP 35/2021). Demikian pula bagi pekerja outsourcing yang berstatus PKWTT berhak atas kompensasi PHK sebagaimana ketentuan PP 35/2021 pada bagian Hak Akibat Pemutusan Hubungan Kerja (pasal 40 sampai dengan 59).

Sumber:

·       Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

·       Undang-undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

·       Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

·       Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain

·       Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain

·       Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang  Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja

·       Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Assistant Vice President dalam Perusahaan

   D alam setiap perusahaan, terdapat berbagai tingkatan manajerial yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan strategis dan pengelolaan operasional perusahaan. Dan salah satu posisi yang memiliki peran penting dalam hierarki manajemen adalah Assistant Vice President (AVP).  Mungkin belum banyak yang tahu apa itu arti dari AVP. Maka dalam artikel ini, akan dijelaskan arti dan tanggung jawab Assistant Vice President, kualifikasi yang diperlukan dalam mengemban tugas menjadi seorang AVP. Apa itu Assistant Vice President? AVP adalah Assistant Vice President yang merupakan posisi jabatan tingkat eksekutif atau senior dalam sebuah perusahaan dan biasanya melapor untuk mendukung pekerjaan    Vice president.   AVP sendiri merupakan gelar jabatan ( corporate title ) yang umumnya sering digunakan di perusahaan BUMN atau industri jasa keuangan seperti perbankan atau sekuritas.   Biasanya jabatan AVP memiliki otoritas dan tanggung jawab y...

FORMULIR BPJS KETENAGA KERJAAN

  Formulir Jaminan Form Perubahan Beasiswa BPJS Ketenagakerjaan Digunakan untuk pengajuan perubahan penerima beasiswa Download Formulir 3 KK 1 Digunakan Untuk Pelaporan Dugaan Kecelakaan Kerja Tahap I Download Formulir 3 PAK 1 Digunakan Untuk Pelaporan Dugaan Penyakit Akibat Kerja Kerja Tahap I Download Formulir 3a KK 2 Digunakan untuk Pengajuan Santunan/Manfaat setelah Dipastikan Laporan Kecelakaan pada Tahap I merupakan Kecelakaan Kerja (merupakan Laporan Kecelakaan Kerja Tahap II) Download Formulir 3a PAK 2 Digunakan untuk Pengajuan Santunan/Manfaat setelah Dipastikan Pelaporan Penyakit merupakan Penyakit Akibat Kerja (merupakan Laporan Penyakit Akibat Kerja Tahap II) Download Formulir 3b KK 3 Digunakan oleh Dokter yang Merawat/Dokter Penasehat dalam memberikan catatan medis terkait Kecelak...

Pekerja Sakit Tetap Dapat Upah, Tapi Ada Syaratnya

   “Surat keterangan dokter dapat melindungi pekerja yang sakit dari PHK sepanjang sakitnya tidak melampaui 12 bulan secara terus menerus”  Ketika bekerja di suatu perusahaan tentunya ada kondisi yang menghalangi pekerja untuk hadir, misalnya karena sakit. Kondisi yang kurang optimal ini dapat berpengaruh pada menurunnya produktivitas pekerja. Ketidakhadiran pekerja karena sakit tidak dikategorikan dalam istilah “cuti” (Pasal 81 angka 23 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja terkait Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan atau UU Ketenagakerjaan). Oleh karena itu, ketidakhadiran pekerja karena sakit sepatutnya tidak mengurangi hak cuti tahunannya. Pelaksanaan cuti tahunan ini diatur lebih lanjut dalam perjanjian kerja, peraturan bersama, atau perjanjian kerja bersama.   Pekerja yang tidak melakukan pekerjaannya karena sakit tetap memperoleh upah (Pasal 93 ayat (2) UU Ketenagakerjaan). Dengan...

Perhitungan Tunjangan Hari Raya (THR)

              Tunjangan Hari Raya (THR) diberikan kepada pekerja yang telah bekerja selama minimal satu bulan, baik dengan status tetap ataupun kontrak. Bagaimana perhitungan THR? Setiap satu tahun sekali Tunjangan Hari Raya (THR) diberikan kepada pekerja yang telah bekerja selama minimal satu bulan, baik dengan status tetap ataupun kontrak. Lalu, bagaimana cara perhitungan THR?  BERAPA BESAR THR YANG HARUS DIBERIKAN KEPADA PEKERJA? Besarnya THR sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat 1 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Buruh/Pekerja di Perusahaan (Permenaker 6/2016) ditetapkan  sebagai berikut: Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah, dan Pekerja yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, d...

Perbedaan Hubungan Kemitraan dengan Hubungan Kerja

   Hubungan Kemitraan    Kedudukan sebagai mitra kerja sebagaimana Anda sebutkan pada dasarnya timbul dari adanya hubungan kemitraan. Adapun definisi dari kemitraan dapat kita temui dalam  Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (“UU 20/2008”)  yang menyatakan sebagai berikut: Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha , baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar. Selain didasarkan atas prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan sebagaimana disebutkan di atas,  para pihak dalam kemitraan   mempunyai kedudukan hukum yang setara . Kemitraan tersebut dilaksanakan melalui pola: inti-plasma; subkontrak; waralaba; perdagangan umum; distribusi dan keagenan; rantai pasok;...

Peran atasan dalam meningkatkan produktifitas kerja

    Peran atasan sangat penting dalam meningkatkan produktivitas kerja di tempat kerja. Berikut adalah beberapa cara di mana atasan dapat berkontribusi dalam meningkatkan produktivitas: Menetapkan Visi yang Jelas: Atasan harus menetapkan tujuan dan visi yang jelas untuk tim. Ketika semua anggota tim memiliki pemahaman yang jelas tentang arah yang diinginkan, mereka cenderung bekerja dengan fokus yang lebih besar. Memberikan Bimbingan dan Dukungan: Seorang atasan harus siap memberikan bimbingan dan dukungan kepada tim. Ini dapat mencakup memberikan umpan balik konstruktif, mengidentifikasi area di mana tim dapat meningkatkan keterampilan, dan memberikan sumber daya yang diperlukan. Memberdayakan Tim: Atasan harus memberdayakan anggota tim untuk mengambil keputusan yang tepat. Ini bisa dilakukan dengan memberi mereka otonomi dalam menyelesaikan tugas dan proyek, serta memberikan tanggung jawab yang sesuai den...

Aturan Mengenai Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR)

              Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) menjadi salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan pekerja dan keluarganya dalam merayakan Hari Raya Keagamaan dimana pemerintah mewajibkan pengusaha untuk memberikan THR kepada pekerjanya. Ketentuan mengenai THR juga diatur dalam peraturan pemerintah. Bagaimana aturan pemberian THR dan berapa besaran THR yang dapat diterima oleh pekerja?  APA YANG DIMAKSUD DENGAN THR? Tunjangan    Hari Raya Keagamaan atau biasa disebut THR adalah hak pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja menjelang Hari Raya Keagamaan yang berupa uang. Hari Raya Keagamaan disini adalah Hari Raya Idul Fitri bagi pekerja yang beragama Islam, Hari Raya Natal bagi pekerja yang beragama Kristen Katolik dan Protestan, Hari Raya Nyepi bagi pekerja bergama Hindu, Hari Raya Waisak bagi pekerja yang beragama Budha, dan Hari Raya Tahun Baru Imlek bagi pekerja yang beragama Konghucu. ADAKA...

Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

  Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan Kerja yang bersifat tetap, tidak ada batasan waktu. Hubungan kerja lahir atas dasar sebuah perjanjian kerja antara pekerja dan pengusaha. Peraturan perundang-undangan perburuhan mengatur 2 jenis perjanjian kerja menurut jangka waktunya yakni Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau pekerjanya sering disebut sebagai pekerja kontrak dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) atau pekerjanya sering disebut sebagai pekerja tetap. Meski pekerja tetap dianggap memiliki jaminan kerja lebih baik dari jenis pekerjaan lain, namun Anda harus tetap mengecek agar perjanjian kerja Anda sesuai dengan syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban yang diatur dalam perundang-undangan.   APA YANG DIMAKSUD DENGAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU (PKWTT)? Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. KEP.100/MEN/VI/2004 tentang Pelaksan...

Perhitungan Pesangon Berdasarkan Peraturan yang Berlaku di Indonesia

  Pesangon merupakan sebuah kompensasi perusahaan kepada karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau mengajukan pengunduran diri. Ada tiga jenis pesangon di Indonesia, yaitu uang pesangon, uang penggantian hak, dan uang penghargaan masa kerja. Perhitungan tiap-tiap pesangon sudah diatur dengan jelas dalam peraturan yang dibuat oleh pemerintah, dan dikenakan pajak penghasilan pasal 21 (PPh 21).   Apa itu Pesangon? ​ Kondisi usaha atau bisnis yang tidak menentu terkadang memaksa sebuah perusahaan untuk mengambil langkah yang cukup ekstrem. Misalnya saja dengan mengurangi jumlah pekerja dengan cara Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Selain PHK, mungkin saja karyawan mengambil inisiatif sendiri untuk melakukan pengunduran diri.  Beberapa dari Anda mungkin sudah paham kalau dalam rangka PHK atau pengunduran diri, perusahaan yang bijak akan menyediakan atau membayarkan kompensasi. Kata yang paling familiar dari jenis kompensasi yang dimaksud ini adalah pesang...

Hubungan Kerja dan Pemutusan Hubungan Kerja

   Hubungan kerja adalah hubungan (hukum) antara pengusaha dengan pekerja/buruh (karyawan) berdasarkan perjanjian kerja. Dengan demikian hubungan kerja tersebut adalah merupakan sesuatu yang abstrak, sedangkan perjanjian kerja adalah sesuatu yang konkrit, nyata. Dengan adanya perjanjian kerja, maka akan lahir perikatan. Dengan perkataan lain perikatan yang lahir karena adanya perjanjian kerja inilah yang merupakan hubungan kerja. Menurut UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, unsure-unsur hubungan kerja terdiri dari adanya pekerjaan, adanya perintah dan adanya upah (Pasal 1 angka 15 UUK). Sedangkan hubungan bisnis adalah hubungan yang didasarkan pada hubungan kemitraan atau hubungan keperdataan (burgerlijke maatschap, partnership agreement).   Perjanjian kerja adalah perjanjian yang dibuat antara pekerja/buruh (P/B, Karyawan) dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memenuhi syarat-syarat kerja,hak dan kewajiban para pihak (Pasal 1 angka 14 UUK). Perjanjian ke...