Ketentuan Jam Kerja di Indonesia berdasarkan undang-undang
Sungguh melelahkan bukan, bila kita diharuskan bekerja
berjam-jam di dalam dan di luar kantor sehari-hari, bahkan ada yang sampai
kerja lembur. Dalam upaya melindungi para pekerja, sebenarnya pemerintah telah
menetapkan beberapa peraturan mengenai jam kerja. Bagaimana UU mengatur
mengenai jam kerja? Mari kita tela’ah bersama
APA KATA
UNDANG-UNDANG MENGENAI JAM KERJA?
Jam Kerja adalah waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan, dapat
dilaksanakan siang hari dan/atau malam hari. Jam Kerja bagi para pekerja di
sektor swasta diatur dalam pasal 77 sampai dengan pasal 85 Undang-Undang No.13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. Undang-Undang Cipta Kerja No.11 Tahun
2020. Serta pasal 21 sampai dengan 25 Peraturan Pemerintah No. 35/2021 tentang
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat,
dan Pemutusan Hubungan Kerja. Peraturan Pemerintah ini muncul untuk melengkapi
perubahan aturan perburuhan paska terbitnya UU Cipta Kerja.
BERAPA LAMA SEBENARNYA JAM
KERJA KITA DALAM SEHARI?
Pasal 77 ayat (1) dan (2) UU No. 13/2003 jo. UU No. 21/2020 dan pasal 21
ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 35/2021 mewajibkan setiap pengusaha untuk
melaksanakan ketentuan jam kerja. Ketentuan jam kerja ini telah diatur dalam 2
sistem seperti yang telah disebutkan diatas yaitu:
- 7 jam kerja dalam 1
hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu;
atau
- 8 jam kerja dalam 1
hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.
Ketentuan waktu kerja diatas hanya mengatur batas waktu kerja untuk 7
atau 8 sehari dan 40 jam seminggu dan tidak mengatur kapan waktu atau jam kerja
dimulai dan berakhir.
Apabila melebihi dari ketentuan waktu kerja tersebut, maka waktu kerja
biasa dianggap masuk sebagai waktu kerja lembur sehingga pekerja/buruh berhak
atas upah lembur. Akan tetapi ada sektor usaha ataupun beberapa pekerjaan
tertentu dimana ketentuan jam kerja di atas tidak berlaku.
APAKAH 8 JAM KERJA SUDAH
TERMASUK JAM ISTIRAHAT?
Waktu istirahat tidak termasuk ke dalam jam kerja. Pasal 79 ayat (2)
huruf a UU Ketenagakerjaan No. 13/2003 menegaskan bahwa perusahaan harus
memberikan waktu istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah
jam setelah pekerja melakukan pekerjaan terus menerus selama 4 jam dan waktu
istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja
APAKAH SAAT MELAKSANAKAN
IBADAH DIHITUNG JAM KERJA?
Mengacu pada Pasal 79 ayat (2) huruf a UU Ketenagakerjaan No. 13/2003
yang membedakan waktu kerja dengan waktu istirahat, sekaligus menegaskan waktu
kerja adalah waktu yang digunakan (hanya) untuk melakukan pekerjaan, maka dapat
disimpulkan waktu melaksanakan ibadah tidak termasuk dalam waktu kerja.
Pelaksanaan ibadah di beberapa perusahaan biasanya menggunakan waktu istirahat
yang diberikan oleh perusahaan kepada pekerja. Meski demikian harus diingat bahwa
melaksanakan ibadah merupakan hak pekerja. Pasal 80 UU No. 13/2003 tentang
Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang
secukupnya kepada pekerja untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh
agamanya.
APAKAH JAM KERJA SELAMA 40
JAM/MINGGU BERLAKU UNTUK SEMUA SEKTOR USAHA ATAU JENIS PEKERJAAN?
Tidak. Ketentuan waktu kerja selama 40 jam/minggu (sesuai dengan Pasal
77 ayat (2) dan ayat (3) UU No. 13/2003 dan Pasal 21 ayat (2) Peraturan
Pemerintah No. 35/2021) tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan
tertentu.
Lebih lanjut pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 35/2021 menyebut
perusahaan pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu dapat menerapkan waktu
kerja yang kurang atau lebih dari ketentuan tersebut.
SEKTOR USAHA ATAU PEKERJAAN
APA SAJA DIMANA KETENTUAN JAM KERJA NORMAL TIDAK BERLAKU?
Pasal 23 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 35/2021 menyebut sektor usaha
atau pekerjaan tertentu yang dapat menerapkan waktu kerja kurang dari ketentuan
normal, yakni perusahaan yang mempunyai karakteristik:
- penyelesaian pekerjaan
kurang dari 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan kurang dari 35 (tiga puluh
lima) jam 1 (satu) minggu
- waktu kerja fleksibel,
atau
- pekerjaan dapat
dilakukan di luar lokasi kerja.
Sementara ayat (3) dan penjelasannya menyebut perusahaan pada sektor
usaha atau pekerjaan tertentu yang dapat menerapkan waktu kerja lebih dari
ketentuan normal, antara lain usaha energi dan sumber daya mineral pada
daerah tertentu, sektor usaha pertambangan umum pada daerah operasi tertentu,
kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, sektor agribisnis hortikultura, dan
sektor perikanan pada daerah operasi tertentu.
Perusahaan pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang menerapkan
waktu kerja lebih dari waktu kerja normal, disebut juga dalam Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-233/MEN/2003 Tahun 2003 tentang Jenis
dan Sifat Pekerjaan yang Dijalankan Secara Terus Menerus. Pasal 3 ayat (1),
menyebut pekerjaan-pekerjaan yang dimaksud yaitu:
- Pelayanan jasa kesehatan;
- Pelayanan jasa
transportasi;
- Usaha pariwisata;
- Jasa pos dan
telekomunikasi;
- Penyediaan tenaga
listrik,
- Jaringan pelayanan air
bersih (PAM)
- Penyediaan bahan bakar
minyak dan gas bumi;
- Usaha swalayan, pusat
perbelanjaan, dan sejenisnya;
- Media massa;
- Pekerjaan bidang
pengamanan;
- Bidang lembaga
konservasi;
- Pekerjaan-pekerjaan
yang apabila dihentikan akan mengganggu proses produksi, merusak bahan,
dan termasuk pemeliharaan/perbaikan alat produksi.
APAKAH ADA MAKSIMAL BERAPA
LAMA JAM KERJA BAGI SEKTOR USAHA ATAU JENIS PEKERJAAN DI ATAS?
Ada. Perusahaan pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang
menerapkan waktu kerja lebih dari ketentuan normal, memiliki aturan khusus
waktu kerja yang telah ditetapkan oleh Menteri. 3 sektor usaha yang telah
diatur oleh Menteri Ketenagakerjaan, seperti:
- Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP. 234/MEN/2003 tentang Waktu Kerja
dan Istirahat pada Sektor Usaha Energi dan Sumber Daya Mineral pada Daerah
Tertentu, memberi pilihan beberapa waktu kerja sesuai dengan kebutuhan
operasional perusahaan. Jam kerja dengan ketentuan maksimal adalah 11
(sebelas) jam 1 (satu) hari dan maksimum 154 (seratus lima puluh empat)
jam dalam 14 (empat belas) hari kerja untuk satu periode kerja. dengan
ketentuan maksimum 14 (empat belas) hari terus menerus dan istirahat
minimum 5 (lima) hari dengan upah tetap dibayar. (pasal 2 ayat (1) huruf n
dan pasal 5 ayat (2)
- Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-15/Men/VII/2005 tentang Jam Kerja
dan Jam Istirahat pada Sektor Usaha Pertambangan Umum di Daerah Operasi
Tertentu, mengatur waktu kerja paling lama adalah periode kerja maksimal
10 (sepuluh) minggu berturut-turut bekerja, dengan 2 (dua) minggu berturut-turut
istirahat. Dalam periode kerja 10 minggu secara terus-menerus itu mendapat
1 hari istirahat setiap 2 minggu. Jika perusahaan memilih jam kerja dengan
periode tersebut, maka jam kerja maksimalnya adalah 12 jam sehari (pasal 2
ayat (1) huruf b dan ayat (2).
- Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Per.11/MEN/VII/2010 Jam Kerja dan Jam
Istirahat pada Bidang Perikanan di wilayah operasi tertentu. Perusahaan di
bidang perikanan termasuk perusahaan jasa penunjang dapat memilih salah
satu dan/atau lebih beberapa jam kerja sesuai dengan kebutuhan operasional
perusahaan, paling lama periode kerja 4 (empat) minggu berturut-turut
bekerja, dengan 5 (lima) hari istirahat setelah pekerja menyelesaikan
periode kerja itu. Dalam periode kerja 4 minggu berturut-turut itu
diberikan 1 (satu) hari istirahat setiap 2 minggu. Jika perusahaan memilih
jam kerja dengan periode tersebut, maka jam kerja maksimalnya adalah 12
jam sehari (pasal 3 ayat (1) huruf b dan ayat (2).
DAPATKAH PEKERJA BEKERJA
LEBIH DARI 40 JAM KERJA DALAM SEMINGGU?
Ya. Pasal 27 (1) Peraturan Pemerintah No. 35/2021 menyebut pengusaha
dapat mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja 40 jam dalam seminggu, dengan
kewajiban membayar Upah Kerja Lembur
APAKAH
PERUSAHAAN DAPAT MEMPEKERJAKAN PEKERJANYA SELAMA 12 JAM PER HARI DENGAN
KOMPENSASI DIGANTI DENGAN HARI LIBUR DI HARI BERIKUTNYA?
Berdasarkan pasal 21 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 35/2021
diatur maksimal jam kerja per hari adalah 7 jam untuk 6 hari kerja dan 8
jam untuk 5 hari kerja. Jika perusahaan mempekerjakan pekerjanya hingga 12 jam
sehari dan jam kerja normal adalah 8 jam sehari , maka perusahaan wajib
membayar 4 jam upah Kerja Lembur (pasal 27 ayat (1).
Harus menjadi perhatian pula bahwa kerja lembur hanya dapat dilakukan
paling lama 4 (empat) jam dalam 1 (satu) hari dan 18 (delapan belas) jam dalam
1 (satu) minggu (pasal 26 ayat (1)
APAKAH PERUSAHAAN DAPAT
MEMPEKERJAKAN PEKERJANYA SETIAP HARI TANPA HARI LIBUR MINGGUAN, AKAN TETAPI
TETAP 40 JAM PER MINGGU? BAGAIMANA HUKUMNYA?
Tidak. Pasal 22 Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2021 mewajibkan
Pengusaha untuk memberikan waktu istirahat mingguan kepada pekerja. Masa
istirahat mingguan tidak boleh kurang dari 1 (satu) hari setelah 6 (enam) hari
kerja atau tidak boleh kurang dari 2 (dua) hari setelah 5 (lima) hari kerja
dalam satu minggu.
APAKAH UPAH DAN/ATAU
TUNJANGAN MAKAN SAYA DAPAT DIPOTONG APABILA SAYA HANYA MASUK SETENGAH HARI?
Pengertian tunjangan makan pekerja adalah pemberian sejumlah uang dari
perusahaan kepada pekerja untuk kebutuhan makan selama jam kerja berlangsung.
Apabila anda hanya masuk setengah hari, anda bisa saja dianggap tidak berhak
menerima tunjangan yang sifatnya dibutuhkan selama jam kerja berlangsung. Namun
demikian pemotongan ini harus diatur dalam perjanjian kerja, perjanjian
kerja bersama, atau peraturan perusahaan. Di dalamnya dapat dibuat syarat
pemotongan, besarnya pemotongan, maupun mekanisme pemotongannya.
APAKAH UPAH DAN/ATAU MAKAN
SAYA DAPAT DIPOTONG APABILA SAYA TERLAMBAT SAMPAI DI KANTOR?
Perusahaan dapat melakukan pemotongan upah jika pekerja terlambat hadir
di tempat kerja, dengan syarat, sepanjang telah diatur dalam perjanjian
tertulis, yakni perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, atau peraturan
perusahaan. Di dalamnya dapat dibuat syarat pemotongan, besarnya pemotongan,
maupun mekanisme pemotongannya.
PERUSAHAAN SERING MENGADAKAN
UPACARA DAN SENAM PAGI YANG WAJIB DIIKUTI OLEH PEKERJA AKAN TETAPI KEGIATAN
TERSEBUT TIDAK DIHITUNG DALAM JAM KERJA, BAGAIMANA HUKUMNYA?
Di dalam peraturan perundang-undangan tidak dijelaskan mengenai
upacara/senam termasuk dalam jam kerja. Ketentuan seperti ini dapat diatur
dalam Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja, atau Perjanjian Kerja Bersama.
BOLEHKAH PERUSAHAAN
MEMPEKERJAKAN PEKERJA HANYA 4 JAM SEHARI?
Boleh. Waktu kerja inilah yang dimaksud oleh pasal 23 ayat (2) Peraturan
Pemerintah No. 35/2021 sebagai sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang dapat
menerapkan waktu kerja kurang dari ketentuan normal, yakni perusahaan yang
mempunyai karakteristik penyelesaian pekerjaan kurang dari 7 (tujuh) jam 1
(satu) hari.
Berdasarkan aturan tersebut tidak disebutkan waktu kerja minimal dalam
melakukan pekerjaan. Hal ini dikembalikan lagi kepada Perjanjian Kerja,
Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.
BAGAIMANA PENGATURAN JAM
KERJA SELAMA PANDEMI COVID-19?
Untuk mencegah penyebaran Covid-19 agar tidak semakin meningkat,
Pemerintah telah membuat kebijakan antara lain dengan menerapkan pembatasan
kegiatan masyarakat di sejumlah daerah. Kondisi ini telah mempengaruhi beberapa
aspek di bidang ketenagakerjaan, terutama yang terkait dengan penyesuaian
terhadap pelaksanaan hubungan kerja. Sehubungan dengan hal tersebut, pada
tanggal 13 Agustus 2021, Menteri Ketenagakerjaan RI menandatangani Keputusan
Menteri Ketenagakerjaan No. 104 tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan
Kerja Selama Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid- 19) yang dapat
digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan hubungan kerja di perusahaan selama
masa pandemi Covid19, terutama bagi perusahaan yang terdampak Covid-19.
3 bagian besar yang diatur dalam pedoman ini, ialah:
- Pelaksanaan Sistem
Kerja Selama Pandemi Covid-19
- Pelaksanaan Upah dan
Hak-Hak Pekerja/ Buruh Lainnya, dan
- Langkah-Langkah
Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja
Mengenai pelaksanaan sistem kerja selama Pandemi Covid-19, pengaturannya
demikian:
- Pengusaha dapat
memerintahkan kepada pekerja untuk bekerja dari rumah atau Work From Home
(WFH) dan bekerja di kantor/tempat kerja atau Work From Office (WFO)
dengan tetap menerima upah.
- Pelaksanaan WFO dapat
dilakukan sebagai berikut:
- Menentukan persentase
jumlah pekerja yang melakukan WFO mengacu pada kebijakan pembatasan
kegiatan masyarakat yang ditetapkan oleh pemerintah. Contoh: Pemerintah
menetapkan kebijakan pembatasan kegiatan usaha pada daerah tertentu
dengan kapasitas maksimal 50% (lima puluh persen) pekerja pada fasilitas
produksi/pabrik dan 10% (sepuluh persen) pekerja untuk pelayanan
administrasi perkantoran guna mendukung operasional.
- Mengatur pembagian
hari kerja dalam 1 (satu) bulan secara bergiliran untuk memberikan kesempatan
bagi pekerja agar dapat bekerja dengan tetap memperhatikan kapasitas
maksimal yang ditetapkan oleh pemerintah. Contoh: Dalam 1 (satu) bulan
perusahaan menentukan 25 (dua puluh lima) hari kerja, dan perusahaan
dapat mengatur pembagian waktu kerja,setengah pekerja bekerja untuk 13
(tiga belas) hari kerja, sedangkan setengahnya lagi bekerja untuk 12 (dua
belas) hari kerja.
- Perusahaan dapat
melakukan pengurangan jam kerja dengan menerapkan kerja shift
dengan ketentuan tidak boleh melebihi kapasitas maksimal seperti di atas.
- Merumahkan pekerja
merupakan tindakan pengusaha meliburkan atau membebaskan pekerja dari
pekerjaannya dengan cara memerintahkan tinggal di rumah selama batas waktu
tertentu karena kebijakan perusahaan yang menerapkan jadwal hari kerja
secara bergilir. Contoh: Perusahaan menerapkan jadwal kerja bagi
pekerja/buruh secara bergilir yaitu 1 (satu) hari bekerja dan 1 (satu)
hari libur atau 1 (satu) minggu bekerja dan 1 (satu) minggu libur, dan
sebagainya. Selama perusahaan terdampak pandemi Covid- 19 yang berakibat
merumahkan pekerja, pada prinsipnya meskipun pekerja tidak melakukan
pekerjaan, tetap masih mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha dan tidak
ada pemutusan hubungan kerja.
Sejalan dengan pedoman ini, daerah yang mengalami pembatasan ketat dan
mengatur dengan rinci jam kerja selama pandemi Covid 19 adalah wilayah
Jabodetabek. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di wilayah ini
menerbitkan Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pengaturan Jam Kerja Pada
Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19 di
Wilayah Jabodetabek. Surat Edaran ini berisi:
- Pengaturan jam kerja
- Pengaturan jam kerja
antar-shift wajib dilakukan dengan jeda minimal 3 jam.
- Shift 1: masuk antara
pukul 07-00-07.30 dan pulang antara pukul 15.00 - 15.30.
- Shift 2: masuk antara
pukul 10.00 - 10.30 dan pulang antara pukul 18.00 - 18.30.
- Pengaturan jam kerja
dikecualikan untuk jenis dan sifat pekerjaan yang dijalankan secara
terus-menerus.
- Jumlah pegawai/karyawan
yang bekerja dalam shift diatur secara proporsional mendekati perbandingan
50:50 untuk setiap shift.
- Pengaturan jam kerja
ini diikuti oleh:
- optimalisasi penerapan
kerja dari rumah dan keselamatan bagi kelompok rentan
- penyusunan dan
penerapan pengaturan teknis operasional jam kerja oleh masing-masing
instansi/kantor/pemberi kerja dengan tetap menjalankan protokol kesehatan
- penyusunan dan
penerapan pengaturan teknis operasional sarana dan prasarana
transportasi, serta pemanfaatan fasilitas publik oleh
otoritas/pengelola/penyelenggara dengan tetap menjalankan protokol
kesehatan
SELAMA WORK FROM HOME JAM
KERJA BERTAMBAH AKAN TETAPI TIDAK DIBERIKAN UPAH LEMBUR? APAKAH MENYALAHI
ATURAN?
Sebagaimana diketahui, pelaksanaan work from home (WFH) atau bekerja
dari rumah dilakukan guna mencegah risiko penularan infeksi COVID-19. Meski ada
penyesuaian, pengaturan mengenai jam kerja tetap sesuai dengan aturan Pasal 77
ayat (1) dan (2) UU No. 13/2003 jo. UU No. 21/2020 dan pasal 21 ayat (2)
Peraturan Pemerintah No. 35/2021, yakni:
- 7 jam sehari dan 40 jam
seminggu untuk 6 hari kerja dalam seminggu; atau
- 8 jam sehari dan 40 jam
seminggu untuk 5 hari kerja dalam seminggu.
Jika melebihi dari aturan tersebut maka perusahaan wajib membayar upah
lembur kepada pekerja sesuai dengan UU yang berlaku.
Komentar
Posting Komentar