Pada 2 Februari 2021, Pemerintah telah menerbitkan aturan resmi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial baru bagi pekerja/buruh yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Program yang diberi nama Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) ini bertujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat pekerja/buruh kehilangan pekerjaan atau menjadi pengangguran.
Di sejumlah negara, jaminan pengangguran (unemployment insurance) sudah lama dikenal. Organisasi perburuhan internasional (International Labor Organization/ILO) sendiri telah memperkenalkan cabang jaminan sosial ini sejak terbitnya C102 Social Security (Minimum Standards) Convention, 1952 atau Konvensi ILO Nomor 102 Tahun 1952 mengenai (Standar Minimal) Jaminan Sosial.
APA YANG DIMAKSUD DENGAN PENGANGGURAN?
Pengangguran adalah angkatan kerja yang belum mendapat
kesempatan bekerja atau mengalami pemutusan hubungan kerja dan belum atau tidak
memiliki pekerjaan kembali. Pengangguran yang belum mendapatkan kesempatan
bekerja umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja
tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya.
APA SAJA DASAR HUKUM PERLINDUNGAN BAGI PENGANGGURAN?
Konvensi ILO Nomor 102 Tahun 1952 mengenai (Standar Minimal)
Jaminan Sosial, menetapkan standar-standar minimal untuk jaminan sosial, yakni
setidaknya memberi 9 perlindungan ketenagajerhaan berupa: tunjangan kesehatan,
tunjangan sakit, tunjangan untuk pengangguran, tunjangan hari tua, tunjangan
kecelakaan kerja, tunjangan keluarga, tunjangan persalinan, tunjangan
kecacatan, dan tunjangan ahli waris.
Konvensi ILO Nomor 168 Tahun 1988 tentang Promosi Kesempatan
Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
menjadi Undang-undang, yang menyempurnakan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial dan menyisipkan program tambahan
jaminan sosial baru yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 tentang Jaminan
Kehilangan Pekerjaan yang merupakan peraturan pelaksana terkait kepesertaan,
manfaat, penyelenggaraan program, sumber pendanaan, dan sanksi administratif
JKP.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 7 Tahun 2021
tentang Tata Cara Pendaftaran Peserta dan Pelaksanaan Rekomposisi Iuran dalam
Program JKP
Mengutip data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)
Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2023, jumlah penduduk usia kerja di
Indonesia tercatat 211.590.000 orang. Dari jumlah tersebut, penduduk yang
bekerja sebanyak 138.632.510 orang, terdiri dari penduduk bekerja di sektor
informal sebanyak 83.340.000 orang (atau 60,12%) dan bekerja di sektor formal
55.290.000 orang (atau 39,88%).
APA ITU JAMINAN KEHILANGAN PEKERJAAN?
Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) adalah jaminan sosial
yang diberikan kepada pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
berupa manfaat uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja.
Uang tunai diberikan sebagai pengganti upah hingga pekerja
bekerja kembali atau paling lama selama 6 (enam) bulan bertujuan agar pekerja
tetap dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup layak hingga ia mendapatkan
pekerjaan kembali. Sementara itu akses informasi lowongan kerja dan pelatihan
kerja dimaksudkan untuk mempersiapkan pekerja masuk kembali ke pasar kerja dan
menemukan pekerjaan yang cocok sesuai dengan keterampilan dan pengalamannya.
Di samping melindungi pekerja yang kehilangan pekerjaan,
program tunjangan pengangguran juga turut mendorong perekonomian melalui
kegiatan ekonomi masyarakat. Mereka masih bisa melakukan membeli barang-barang
seperti saat ia bekerja, sehingga roda ekonomi tetap berputar.
APA SAJA SYARAT KEPESERTAAN JKP?
Berbeda dengan jenis program jaminan sosial ketenagakerjaan
lain, JKP tidak memungut iuran baru baik dari pekerja maupun pengusaha, karena
dananya diambil dari rekomposisi (disusun/diperhitungkan kembali dari) program
jaminan sosial lain yang sudah ada. Oleh karenanya, kepesertaan JKP menyaratkan
hal-hal demikian:
Pekerja/buruh merupakan warga negara Indonesia (WNI)
Belum mencapai usia 54 tahun saat mendaftar
Punya hubungan kerja dengan pengusaha dan merupakan pekerja
penerima upah pada badan usaha.
Pada usaha besar dan menengah, pekerja/buruh yang
didaftarkan juga harus terdaftar pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP),
dan Jaminan Kematian (JKm) dari BPJS Ketenagakerjaan.
Pada usaha mikro dan kecil yang didaftarkan juga harus
terdaftar sekurang-kurangnya pada program JKN, JKK, JHT, dan JKM.
BAGAIMANA CARA MELAKUKAN PENDAFTARAN JKP?
Berikut langkah-langkah melakukan pendaftaran sebagai
peserta JKP:
Pekerja/buruh yang telah ikut berbagai program jaminan dari
BPJS Ketenagakerjaan akan secara otomatis menjadi peserta program JKP begitu
Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2021 diundangkan dan berlaku. BPJS
Ketenagakerjaan akan memberikan bukti kepesertaan ke pekerja/buruh dan
sertifikat kepesertaan ke pengusaha.
Sementara perusahaan yang baru mendaftarkan
pekerja/buruhnya, wajib mengisi formulir pendaftaran paling lama 30 hari sejak
pekerja/buruh mulai bekerja. Formulir mencakup nomor induk kependudukan (NIK),
tanggal lahir, nomor/tanggal mulai dan berakhirnya perjanjian kerja.
BPJS Ketenagakerjaan akan memberi nomor kepesertaan satu
hari kerja sejak formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan iuran pertama
dibayar lunas. Setelah itu, pekerja/buruh dan pengusaha masing-masing menerima
bukti dan sertifikat kepesertaan.
Pekerja/buruh yang mempunyai hubungan kerja lebih dari satu
pengusaha wajib diikutsertakan dalam program JKP oleh masing-masing pengusaha.
Setelah terdaftar sebagai peserta barulah pekerja/buruh memilih salah satu
perusahaan sebagai tempat pekerjaan yang didaftarkan ke program JKP.
BERAPA BESARAN IURAN JKP?
Pekerja dan pengusaha tidak perlu lagi membayar iuran pada
kepesertaan JKP. Oleh karena iuran program JKP yang wajib dibayar setiap bulan
sebesar 0,46% dari upah bulanan pekerja/buruh, merupakan dana yang bersumber
dari:
0,22% dari keuangan negara (APBN) pemerintah pusat, dan
Sisanya, 0,24% dibayar oleh sumber pendanaan JKP yang
merupakan rekomposisi dari iuran program JKK dan JKM yang sebelumnya sudah ada
dan berlaku di BPJS Ketenagakerjaan. Iuran JKK direkomposisi sebesar 0,14% dan
iuran JKM sebesar 0,1% dari upah pekerja/buruh sebulan.
Sedangkan upah perbulan yang digunakan sebagai dasar
perhitungan iuran JKP merupakan upah terakhir pekerja/buruh yang dilaporkan
pengusaha kepada BPJS Ketenagakerjaan, dengan sejumlah ketentuan, sebagaimana
mana diatur dalam Pasal 14 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 7 Tahun 2021
tentang Tata Cara Pendaftaran Peserta dan Pelaksanaan Rekomposisi Iuran Dalam
Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan, sebagai berikut:
Upah yang jadi perhitungan terdiri dari upah pokok dan
tunjangan tetap. Namun bila perusahaan tidak menyertakan perhitungan tunjangan,
maka cuma upah pokok yang jadi perhitungan iuran.
Tidak melebihi batas atas upah. Batas atas upah untuk
pertama kali ditetapkan sebesar Rp. 5 juta.
Bila upah di atas batas atas, maka standar penghitungan upah
yang digunakan tetap sebesar batas atasnya, yaitu Rp5 juta.
Nantinya, besaran iuran dan batas atas upah akan dievaluasi
berkala setiap dua tahun dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional.
APA SAJA MANFAAT JKP?
Manfaat JKP diberikan dalam tiga bentuk:
Uang tunai paling banyak enam bulan yang diberikan setiap
bulan. Ia terbagi atas 45% dari upah untuk tiga bulan pertama dan 25% untuk
tiga bulan berikutnya. Bila upah yang diterima tidak sesuai dengan yang
sebenarnya, sehingga ada kekurangan pembayaran manfaat uang tunai, maka
pengusaha wajib membayar kekurangan manfaat uang tunai ke pekerja/buruh secara
sekaligus.
Manfaat dalam bentuk akses informasi pasar kerja berupa
informasi dan bimbingan jabatan oleh petugas antarkerja melalui sistem
informasi ketenagakerjaan. Informasi pasar kerja berupa lowongan, sedangkan
bimbingan dalam bentuk asesmen atau konseling karir.
Manfaat pelatihan kerja berikan secara online maupun offline
melalui lembaga pelatihan kerja milik pemerintah, swasta, atau perusahaan yang
sudah terverifikasi oleh sistem informasi ketenagakerjaan. Lembaga pelatihan
dapat bekerja sama dengan lembaga sertifikasi profesi untuk uji kompetensi yang
berlisensi dari badan nasional sertifikasi profesi. Manfaat ini dilaksanakan
oleh Kementerian Ketenagakerjaan RI
APAKAH SEMUA JENIS ALASAN PHK DAPAT MENERIMA MANFAAT JKP?
Manfaat JKP tak bisa diterima pekerja/buruh bila yang
bersangkutan mengundurkan diri sendiri, cacat total tetap, pensiun, hingga
meninggal dunia. Oleh karena itu, untuk membuktikan alasan PHK, syarat
pencairan manfaat JKP harus dibuktikan dengan:
Bukti diterimanya Pemutusan Hubungan Kerja oleh
Pekerja/Buruh dan tanda terima laporan Pemutusan Hubungan Kerja dari dinas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota.
Perjanjian bersama yang telah didaftarkan pada pengadilan
hubungan industrial dan akta bukti pendaftaran perjanjian bersama, atau
Petikan atau putusan pengadilan hubungan industrial yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
BAGAIMANA BILA PENGUSAHA TIDAK MENDAFTARKAN PEKERJA/BURUH KE
PROGRAM JKP, TAPI MELAKUKAN PHK?
Dalam hal Pengusaha tidak mengikutsertakan Pekerja/Buruh
dalam program JKP dan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib
memenuhi hak Pekerja/Buruh berupa:
Manfaat uang tunai dengan perhitungan manfaat sebagaimana
ditetapkan dalam program JKP yang diberikan secara sekaligus, dan
Manfaat Pelatihan Kerja (pasal 37 ayat (1)Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021)
APA YANG TERJADI JIKA PENGUSAHA MENUNGGAK IURAN JKK DAN JKM
YANG MERUPAKAN SUMBER PENDANAAN PROGRAM JKP?
Pengusaha yang menunggak iuran JKK dan JKM lebih dari 3
(tiga) bulan berturut-turut dan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha
wajib membayar terlebih dahulu manfaat uang tunai kepada Peserta/Pekerja/Buruh.
Dalam hal Pengusaha telah melunasi seluruh tunggakan iuran dan denda yang
menjadi kewajibannya, Pengusaha dapat meminta penggantian manfaat uang tunai
yang telah dibayarkannya kepada BPJS Ketenagakerjaan (pasal 39 ayat (1) dan (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021)
BERAPA LAMA JKP HARUS DICAIRKAN SEJAK PEKERJA TERKENA PHK?
Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 menyebut,
hak atas manfaat JKP hilang bila pekerja/buruh:
Tidak mengajukan
permohonan klaim manfaat JKP selama 3 bulan sejak terjadi PHK
Telah mendapatkan pekerjaan, atau
Meninggal dunia.
Sumber:
·
Undang-Undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja Kluster Ketenagakerjaan
·
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.
2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
·
Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta
Kerja menjadi Undang-Undang
·
Undang-undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional
·
Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial
·
Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan
·
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 7 Tahun
2021 tentang Tata Cara Pendaftaran Peserta dan Pelaksanaan Rekomposisi Iuran
dalam Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan
Komentar
Posting Komentar