Pernahkah Anda mengalami atau mendengar teman Anda yang
tidak memperoleh haknya sebagai pekerja kemudian mengadukan permasalahannya ke
Instansi yang bertanggung jawab mengenai ketenagakerjaan di wilayah setempat?
Jika ya kemudian saran apakah yang disampaikan oleh pegawai yang menerima
pengaduan/ laporan tersebut? Bisa dipastikan pelapor akan diminta untuk
berunding dulu dengan pihak manajemen perusahaan tempatnya bekerja. Alih-alih
tidak ingin membantu menyelesaikan, memang sudah menjadi aturannya bila terjadi
perselisihan hubungan industrial, baik terkait perselisihan kepentingan, hak,
pemutusan hubungan kerja, maupun perselisihan antar pserikat pekerja dalam satu
perusahaan diluar pengadilan maka yang pertama kali perlu dilakukan oleh pihak
yang berselisih adalah melakukan perundingan bipartit.
Perundingan bipartit menurut UU No. 2 Tahun 2004 adalah perundingan
antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh
dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
Kedudukan hukum penyelesaian melalui perundingan Bipartit merupakan
penyelesaian yang bersifat wajib. Seperti yang diterangkan dalam :
- UU No.
13 Tahun 2003 “…. Maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan…”
- UU No.
2 Tahun 2004 “Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan
penyelesaian terlebih dahulu melalui perundingan Bipartit.
Namun, perlu diketahui dan menjadi catatan bahwa perundingan
Bipartit berbeda dengan LKS Bipartit sebagaimana diatur dalam Pasal 106 UU No.
13 Tahun 2003 dimana LKS Bipartit adalah sebagai forum komunikasi dan
konsultasi mengenai hal-hal ketenagakerjaan di perusahaan. Berikut ini
dijelaskan proses yang terjadi dalam perundingan bipartit.
1. Sebelum Perundingan
- Menyampaikan
masalahnya secara tertulis kepada pihak lawan
- Pekerja/
buruh non Serikat Pekerja/ Serikat Buruh dapat memberikan kuasa kepada
Serikat Pekerja/ Serikat Buruh Perusahaan;
- Pengusaha/
manajemen atau yang diberi mandat menyelesaikan secara langsung
- Serikat
Pekerja/ Serikat Buruh atau Pengusaha dapat meminta pendampingan kepada
perangkat organisasinya masing-masing
- Pekerja/
buruh yang jumlahnya lebih dari 10 dapat menunjuk sebagian pekerja
tersebut paling banyak 5 sebagai wakil
- Terhadap
perselisihan antar Serikat Pekerja/ Serikat Buruh dalam 1 perusahaan dapat
menunjuk wakil paling banyak 10 orang
2. Tahap Perundingan
- Menginventarisir
dan mengidentifikasi masalah;
- Membuat
tata tertib dan jadwal perundingan;
- Dapat
disepakati selama perundingan tetap melaksanakan kewajibannya;
- Melakukan
perundingan sesuai dengan tata tertib dan jadwal yang telah disepakati;
- Bila
tidak bersedia melanjutkan perundingan, salah satu pihak dapat seketika
mencatatkan perselisihannya ke instansi ketenagakerjaan setempat;
- Dapat
melampaui 30 hari asal disepakati para pihak;
- Setiap
tahap perundingan dibuat risalah apabila salah satu pihak tidak bersedia
tanda tangan maka dicatat dalam risalah
Risalah akhir sekurang-kurangnya memuat : nama dan alamat
para pihak, tanggal dan tempat perundingan, obyek yang diperselisihkan,
pendapat para pihak, kesimpulan/ hasil perundingan, tanggal dan tanda tangan para
pihak. Risalah akhir ditandatangani oleh para pihak atau salah satu pihak bila
salah satu pihak tidak bersedia menandatangani.
3. Selesai perundingan
- Jika
tercapai kesepakatan, perjanjian bersama (PB) didaftarkan ke Pengadilan
Hubungan Industrial (PHI)
- Jika
tidak tercapai kesepakatan, salah satu atau kedua pihak mencatatkan
perselisihan ke instansi ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti
upaya bipartite telah dilakukan
Komentar
Posting Komentar